BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang
Tasawuf, maka yang ada adalah pembahasan yang berkaitan dengan ketuhanan. Namun
sebelum melanjutkan pembahasan perlu kita ketahui bahwa Tasawuf itu sendiri memiliki beberapa aliran,
seperti tasawuf Akhlaqi, tasawuf Sunni dan tasawuf Falsafi. Ada pula yang
membagi tasawuf kedalam tasawuf ‘Āmālі, tasawuf Falsafi dan tasawuf ‘Īlmі. Akan tetapi dalam
makalah kecil ini hanya akan dibahas secara lebih fokus tentang tasawuf Falsafi
saja.
Berbagai macam ajaran falsafah
yang telah mempengaruhi para tokohnya. Berangkat dari tasawuf falsafi, maka
kita tidak akan lepas dari ide dasarnya yaitu Pantheisme, dan Pantheisme itu
sendiri berasal dari kata yunani, yaitu “pan” yang berarti semua dan “theos”
yang berarti Tuhan. Jadi pantheisme adalah
paham yang menganggap Tuhan
adalah immanen “ada di dalam” makhluk-makhluk.
Secara garis besar
tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi
mistis dan visi rasional. Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya, yang berasal dari berbagai macam ajaran falsafah yang telah
mempengaruhi para tokohnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
dari tasawuf falsafi?
2. Bagaimana
sejarah perkembangan tasawuf falsafi?
3. Apa
karakteristik dari tasawuf falsafi?
4. Bagaimana
pemikiran falsafah mistik Ībn Māṣārrāḥ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tasawuf Falsafi
Lafazh
tasawuf merupakan masdar Bahasa Arab dari fi’il (kata kerja) تَصَوَّفَ- يَتَصَوَّفُ
menjadi تَصَوُّفًا yang artinya berpindah.[1] Ada juga
yang mengatakan kata taswuf itu berasal dari pakaian orang sufi yaitu wol yaitu
yang biasa disebut ṣūf.[2] Dan kain
tersebut sangat digemari oleh para sufi yang menjadi simbol kesederhanaan pada
masa itu. Antara para sufi dan pakaian sufnya
sangat berhubungan, yakni jenis pakaian yang sederhana dengan kebersahajaan
hidup para sufi.
Pendapat
lain menggatakan bahwa kata tasawuf berasal dari Bahasa Yunani Sophos
yang berarti hikmah atau ilmu hakekat.[3] Menurut pendapat lain pengertian
tasawuf diambil dari kehidupan sekelompok muhajirin yang hidup dalam
kesederhanaan di Madinah. Mereka selalu berkumpul di serambi masjid yang
disebut Ṣūffāḥ.[4] Dan
masih banyak pendapat yag lainnya.
Sedangkan
kata Falsafi merupakan kata yang diadopsi dari Bahasa Arab Falsafah. Dan ada
yang mengatakan bersasal dari Bahasa Inggris yakni Philosophy yang
berarti upaya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran sebagai
alat utamnya untuk menemukan hakekat segala sesuatu.[5]
Jadi
yang dimaksud dengan tasawuf falsafi adalah tasawuf yang bercampur dengan
ajaran falsafah.[6]
Dari keterangan di atas tasawuf falsafi menurut penulis adalah sebuah konsep
ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (mā’rіfāṭ) dengan pendekatan rasio (falsafah) hingga menuju
ketingkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (mā’rіfāṭūllāḥ)
melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wahdatul wujud (kesatuan wujud).
Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan
pemikiran-pemikiran falsafah, di dalamnya menonjolkan ungkapan-ungkapan
ganjilnya (Ṣḥāṭāḥіyāṭ) dalam
ajaran yang dikembangkan oleh para sufi.
Menurut
āṭ-Ṭāfṭāẓānі, tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas dalam
khazanah Islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal
seabad kemudian. Sejak itu, tasawuf
jenis ini terus hidup dan berkembang, terutama di kalangan para sufi yang juga failasuf,
sampai menjelang akhir-akhir ini.[7]
Adanya pemaduan antar tasawuf dan falsafah dalam ajaran tasawuf ini dengan
sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini bercampur dengan
sejumlah ajaran falsafah di luar Islam, seperti Yunani, Persia, India, dan Agama Nasrani. Akan tetapi,
orisianiltasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang. Sebab, meskipun mempunya
latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda dan beragam, seiring
dengan ekspansi Islam, yang telah meluas pada waktu itu, para tokohnya tetap
berusaham menjaga kemandirian ajaran aliran mereka, terutama bila dikaitkan
dengan kedudukannya sebagai umat Islam. Sikap ini dengan sendirinya dapat
menjelaskan kepada kita mengapa para tokoh tasawuf jenis ini begitu gigih
mempromosikan ajaran-ajaran falsafah yang berasal dari luar Islam tersebut ke
dalam tasawuf mereka, serta menggunakan terminologi-terminologi falsafah,
tetapi maknanya telah disesuaikan dengan ajran tasawuf yang mereka anut.
B. Sejarah Tasawuf
Falsafi
Perkembangan tasawuf dalam
Islam telah mengalami beberapa fase.
Pada abad pertama dan ke dua Hijriyah mengalami
fase asketisme (Zuhud), karena pada masa ini belum dikenal istilah sufi.
Pada fase ini bisa dikatakan tasawuf masih sangat murni yang tidak terpengaruh
oleh ajaran falsafah.[8]
Pada abad ini
individu-individu dari kalangan muslim lebih memusatkan dirinya pada hal
ibadah. Mereka tidak mementingkan hal duniawi, berpakaian, makan, minum dan
bertempat tinggal seadanya.[9] Tokoh
yang terkenal pada masa ini adalah Ḥāṣān
āl-Bāṣrі (wafat pada tahun 110 H)
dan Rābі’āḥ āl-Āḍāwіyāḥ (wafat pada 185 H).
Pada abad ke tiga
Hijriyah, tasawuf mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ditandai dengan
bebagai macam tasawuf yang berkembang pada masa itu. Yang secara umum dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan, pertama tasawuf
yang berintikan ilmu jiwa tau tasawuf murni. Kedua
tasawuf yang terfokus pada petunjuk-petunjuk tentang cara-cara berbuat baik
serta cara-cara menghindarkan keburukan, yang bisanya disebut tasawuf akhlaqi.
Dan yang ke tiga adalah tasawuf yang berintikan metafisika, di dalamnya terkandung ajaran yang melukiskan ketunggalan
Hakekat yang Maha Kuasa, yang merupakan satu-satu nya yang ada dalam pengertian
yang mutlak, serta melukiskan sifat-sifat Tuhan.[10]
Jadi tasawuf falsafi mulai
terlihat pada abad ke tiga Hijriyah, golongan ini diwakili oleh Āl-Ḥāllāj, yang
dihukum mati karena menyatakan pendapatnya mengenai Hulul (309 H).[11]
Kemudian sejarah perkembangan
tasawuf falsafi kembali muncul pada abad ke enam Hijriyah. Ditandai dengan
adanya sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf dengan falsafah dengan
teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya tidak ada yang disebut
tasawuf murni dan tidak ada pula yang disebut dengan falsafah murni. Diantara
tokohnya yang terkenal yakni Ṣḥūḥrāwārḍі āl-māqṭūl, Ṣḥekḥ Ākbār Mūḥyі āl-Dіn Ībn ‘Ārābі (wafat pada tahun 638 H).[12]
C. Karakteristik
Tasawuf Falsafi
Karakteristik tasawuf falsafi
secara umum ialah mengandung kesamaran akibat banyaknya ungkapan dan
peristilahan khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran
tasawuf jenis ini. Ajaran tasawuf filosofi ini tidak dapat dipandang sebagai falsafah
murni, karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (ḍḥāūq), dan
juga tidak bisa dikatakan bahasa dan terminologi falsafah.[13]
Sedangkan karakteristik
khusus Tasawuf Falsafi ialah:
1. Konsep pemahaman tasawuf falsafi adalah gabungan pemikiran rasional-filosofis dengan perasaan (ḍḥāūq).
Kendatipun demikian tasawuf jenis ini sering mendasarkan pemikirannya dengan
dalil naqliyah, namun diungkapkan dengan kata-kata yang samar sehingga sulit
dipahami oleh orang lain. Kalaupun bisa diinterpretasikan orang lain, cenderung
kurang tepat dan sering bersifat subyektif.
2. Terdapat latihan-latihan
rohaniah (Rіyāḍḥoḥ) sebagai peningkatan moral untuk mencapai
kebahagiaan.
3. Tasawuf falsafi memandang illuminasi sebagai metode untuk mengetahui hakekat sesuatu, yang
menurut penganutnya dapat dicapai dengan fānā’.
4. Menyamarkan
ungkapan-ungkapan dengan berbagai simbol dan terminologi.[14]
D.
Pemikiran Falsafah Mistik Ībn Māṣārrāḥ
Ībn Māṣārrāḥ lahir di Córdoba pada 269 H/883 M,hidup disana sampai 20-an
tahun, kemudian terpaksa menyingkir dari Andalusia dan
pergi ke dunia Islam belahan timur. Menurut catatan yang ada, ia pernah
berjumpa di mekkah dengan dua sufi ini: Nahrajuri (w.330 H/941 M) dan Ābū ṣāіḍ Ībn
Mūḥāmmāḍ Ībn
Ẓіyāḍ
Ībn
āl-‘Ārābі (w.341 H/952 M). Tidak diketahui berapa lama ia berada di wilayah
kawasan timur Dunia Islam. Tapi ada informasi yang menunjukkan bahwa pada tahun
300 H/912 M (pada tahun itu Abdur Rahman III mulai menjadi penguasa Córdoba dan bersikap toleran) ia dan para pengikutnya
sudah berada pada sebuah zawiah (perkampungan kaum sufi) di Siera, dekat Córdoba
, menjalani kesufian. Di zawiah itulah ia menetap sampai wafat pada tahun 319
H/931 M.
Ia menganut
paham emanasi, yang lebih mirip dengan kerangka emanasi plotinus. Menurutnya, Tuhan
adalah wujud pertama, pencipta, maha mengetahui, maha berkehendak, dan sebab
pertama atau sebab dari segala sebab akibat pertama sebagai ciptaannya yang
langsung adalah unsur, yang oleh para ahli di terjemahkan sebagai materi
pertama, yang bersifat rohaniah dan menjadi sumber bagi wujud potensial dan
wujud yang mengandung kejamakan. akibat kedua yang di hasilkan Tuhan melalui
unsur adalah āl-āql (akal). Selanjutnya ciptaannya yang ketiga, melalui
dua pertama, adalah ān-nāfṣ (jiwa). Ciptaannya yang ke empat, melalui
tiga pertama, adalah natur semesta (tabiat umum), dan ciptaannya yang kelima,
yang sudah bersifat tersusun (mūrākkāb).[15]
Mengenai jiwa
manusia, Ībn Māṣārrāḥ memiliki pandangan bahwa jiwa manusia yang bersifat
individual adalah bagian dari jiwa universal (ān-nāfṣ). Keberadaan jiwa
itu di dalam tubuh manusia dipandang sebagai keberadaan dalam penjara. Manusia
haruslah melepaskan jiwanya dari penjara badan denag melakukan perjalanan
spiritual mendekati Tuhan, seperti yang diajarkan dalam tasawuf. Untuk ini,
meneurut Ībn Māṣārrāḥ, falsafat mampu menghasilkan kemauanyang kuat dala jiwa
untuk menjauhi kehidupan duniawi yang rendah. Buah dari perjalanan spiritual
tasawuf ini adalah datangnya karunia Tuhan berupa penyiaran jiwa/ hati dengan
sinar Īlāhі, dan itulah mā’rіfāṭ
yang memberikan kebahagian yang sejati.
Seperti umumnya
para failasuf muslim dan sebagian para sufi, Ībn Māṣārrāḥ juga menganut paham
bahwa kebangkitan manusia kelak di hari akhirat adalah kebangkitan rohani, dan
bukan kebangkitan jasmani. Hukuman api neraka yang menyala nyala itu tidak
dipahaminya dengan arti hakiki, tapi dengan arti majazi. Pahamnya ini menjadi
salah satu sebab timbalnya reaksi negatif di kalangan para fūkāhā atau ulama
terhadap dirinya. Ia mendapat tuduhan dari para fukaha sebagi orang yang
menganut faham bahwa Tuhan tidak mengetahui peristiwa peristiwa partikular,
kecuali setelah peristiwa peristiwa itu terjadi. Tuduhan tersebut keliru karena
karena bagi Ībn Māṣārrāḥ, ilmu Tuhan adalah sebab bagi munculnya peristiwa-peristiwa
partikular itu.[16]
Miguel Asín Palacios[17]
mengatakan bahwa falsafah mistik Ībn Māṣārrāḥ hanyalah dapat dipahami oleh
kalangan tertentu saja atau bersifat esoterik. Asin
menjelaskan ketertarikan Ībn Māṣārrāḥ terhadap falsafah
Yunani, yaitu Neoplatonisme, yang kemudian dituduh bid'ah merupakan awal
ia menyembunyikan ajarannya.[18] Keadaan ini cukup menjelaskan kelangkaan
sumber daya untuk mengetahui sistem falsafah Ībn Māṣārrāḥ.[19] Sebuah biografi singkat dari Ībn Māṣārrāḥ (883-931) berikut, Asin berpendapat kelanjutan budaya Iberia
yang sudah ada antara pribumi Hispanik yang setelah penaklukannya, masuk Islam. Pada waktu itu Muslim penguasa menghadapi kerusuhan politik yang berat, ditantang oleh
pemberontak bersenjata seperti 'Umar Ībn Hafsun; sesuai dengan Emir menunjukkan sedikit toleransi bagi para
pembangkang agama seperti Ībn Māṣārrāḥ. Ībn Māṣārrāḥ merasa terdorong untuk melarikan diri, bepergian ke Qairawan dan
Mekkah. Namun akhirnya ia berhasil kembali ke
Córdoba di bawah kepala pemerintahan berikutnya, dan untuk mengatur Sekolah nya yang berisi unsur sufi.
Mengacu pada Ībn
Hāẓm Córdoba di dalam fіṣolnya dan sā'іd Toledo di dalam ṭābāqāṭnya āl-Umām. banyak memberikan informasi bahwa ajaran Ībn Māṣārrāḥ
adalah bahwa ia merupakan pembela atau memiliki semangat falsafah Empedokles.[20] Sejarawan oriental kemudiannya mengkonfirmasikan fakta ini dan
memberi suatu garis besar mengenai falsafah itu pada waktu yang sama. Mereka adalah āl-Ṣḥāḥrāẓūrі
di dalam rāwḍāḥnya: āl-Ṣḥāḥrāṣṭānі di (dalam) mіlālnya; Ībn abī Uṣaybі'ah di (dalam) Uyūn āl-Anbā’ fi Ṭābāqāt al- Aṭіbbā’; āl-Qifṭī
dalam Tā’rikh āl-Hūkāmānya.[21]
Berikut adalah metode falsafah Ībn Māṣārrāḥ yang menganut sistem
Empedokles palsu dalam bukunya
Miguel Asín Palacios The Mystical Philosophy of Ībn Māṣārrāḥ and His
Followers:
1.
Keunggulan
Dan Kerahasiaan Falsafah
Salah
satu murid dari Empedokles bertanya, yang
mana adalah ilmu pengetahuan yang paling mulia? Kemudian Empedokles menjawab: "studi falsafah,
adalah tidak mulia dan luhur dan penting bahwa setiap orang yang mempersembahkan
dirinya harus dimiliki Roh yang murni dan tulus, halus kuasa penghakiman,
kapasitas untuk memahami tanda-tanda dan selain sedikit keasyikan dengan
hal-hal dunia ini. Keunggulan dan kemuliaan falsafah adalah diri yang
menunjukkan melalui esensi dan definisi sendiri. Falsafah, akibatnya, menyinari
pemahaman dengan cahaya ilahi luhur agar pemahaman dapat mencarinya.
2. Psikologi
Siapa pun yang
berpura-pura untuk mencapai pengetahuan tentang makhluk tertinggi yang dimulai
dengan bahan utama yang akan mengalami kesulitan besar dalam memahami mereka. Dialah yang akan
berhasil dalam mencapai pengetahuan
yang tertinggi.
3.
Metoda
Psikologi yang rahasia
Tak seorangpun dapat
mengenal jiwa kecuali jika ia memiliki jiwa yang murni, bersih yang adalah
pemilik dan menguasai tubuhnya. Orang semacam itu kemudian akan tahu apa jiwa
dan akan melihatnya melalui visi sesuai karena jiwa tidak jasmani dan rohani. Mayoritas orang yang diberkahi dengan sempurna
jiwa, jiwa-jiwa yang seperti tubuh kurang beberapa anggota, mereka menolak
bangsawan, Kecantikan, kesederhanaan, dan kekekalan jiwa.
4. Kesederhanaan jiwa
Jiwa merupakan zat
sederhana yang bergerak oleh diri dan terus ada. Dunia sederhana ini
tidak diambil untuk menerapkan hal-hal sederhana ragawi. Ini berlaku untuk
hal-hal yang sederhana dalam konsep mental mereka dan dalam pendapat dicapai
dengan adalah hal-hal rohani yang
bersifat sederhana.
5.
Kesederhanaan
yang
absolut, terpenting
yang
sedang
Pencipta tidak pernah
berhenti untuk menjadi apa pun kecuali keberadaannya. Dia adalah pengetahuan
murni, murni akan, kemurahan hati, kekuatan, kekuasaan, keadilan, baik, dan
kebenaran. "Empedokles adalah yang pertama untuk menyangkal bahwa esensi
dari pencipta memiliki atribut, ia mengatakan: inti dari pencipta dalam adanya
sebaliknya. Hidup dan pengetahuan adalah dua gagasan relatif yang tidak
melibatkan, oleh kebutuhan, keragaman esensi." Empedokles adalah pertama
untuk substain identifikasi ide-ide yang dilambangkan oleh sifat ilahi,
menegaskan bahwa mereka semua telah dikurangkan kepada satu hal. Oleh karena
itu walaupun pengetahuan, kemurahan hati dan kekuasaan yang dikaitkan dengan
Tuhan, dia tidak benar-benar diberkahi dengan entitas berbeda yang dilambangkan
oleh mereka nama yang berbeda. Sebaliknya dia berada dalam kenyataan sederhana,
yang benar-benar tidak dikalikan di pula.
6.
Pemahaman terpenting
Bahasa manusia tidak
dapat mengungkapkan apa yang ada dalam memahami karena kedua lebih besar dari
yang pertama. Pemahaman ini sederhana, sementara bahasa majemuk. Bahasa ini
dibagi menjadi bagian-bagian; pemahaman tak terpisahkan, satu, dan pemersatu
yang dibagi. Maka bahasa tidak dan seharusnya tidak menggambarkan pencipta
dengan lebih dari satu atribut tunggal, mengatakan, dia dan tidak ada
makhluk-makhluk dua dunia, adalah sederhana dan tidak senyawa. Untuk mengatakan
dia, dan tidak ada makhluk-makhluk, adalah untuk menegaskan bahwa makhluk dan
makhluk bebas diciptakan.
7.
Pergerakan
Dan Kepasifan Terpenting Yang sedang
Empedokles mengatakan bahwa pencipta berkaitan
dengan jenis tertentu gerakan dan ketenangan, mengatakan bahwa Pencipta
bergerak dengan semacam ketenangan. Kemudian, karena ia adalah pencipta kedua
makhluk tersebut, ia harus lebih besar dari mereka, sekarang bahwa ia adalah
penyebab setiap bergerak dan sedang beristirahat.
"Phytagoras dan
semua lain failasuf, bahkan Plato, mengikutinya dalam teorema ini. Zeno
penatua, Demokritus dan para penyair Yunani berpikir bahwa Allah adalah dalam
gerakan. Demokratis, di sisi lain, menegaskan bahwa ia adalah ketenangan,
bergerak, karena gerakan ada hanya dalam waktu."
8.
Asal
dunia oleh Pancaran
Arti kemudian teorema Empedokles adalah berikut: gerakan dan ketenangan
dalam intelek dan jiwa dimengerti hanya dalam arti dari tindakan dan pasif.
Kebijaksanaan, menjadi entitas yang sempurna 'dalam actu' adalah ketenangan,
adalah salah satu, dan tidak perlu untuk bergerak untuk menjadi agen. Jiwa,
menjadi entitas yang tidak sempurna yang cenderung ke arah kesempurnaan, dalam
gerakan dan mencari kelas (dari kesempurnaan) intelek. Menurut ini, intelek
dalam ketenangan dengan semacam gerakan, pada intinya, sempurna dalam tindakan,
agen yang mengambil jiwa dari kemungkinan untuk bertindak. Undang-undang adalah
jenis gerakan dalam ketenangan, sebagai kesempurnaan adalah semacam ketenangan
dalam gerakan, yang mengatakan: intelek sempurna dari yang lain. Dalam hal yang
sama, itu tepat, sesuai dengan ide-ide Empedokles dan mereka yang mengikutinya,
untuk atribut pencipta gerakan dan ketenangan.
Allah adalah
pencipta dan tidak ada yang lain. Ini tidak berarti bahwa ia diciptakan untuk
sesuatu atau bahwa sesuatu yang sezaman dengannya. Dengan demikian, kemudian ia
menciptakan hal sederhana. Setelah
itu, hal-hal sederhana diciptakan dengan kesederhanaan pada penciptaan pertama atau primal masalah. Setelah itu, dia memberi untuk menjadi hal yang
kompleks. Allah adalah, oleh karena itu, pencipta menjadi dan tidak ada objek
intelijen, pada alasan kuasa estimatio. Yang mengatakan, bahwa Allah adalah
pencipta contraries dan opposities Apakah dimengerti, aneh, atau mencolok.
9.
Yang
dipancarkan adalah yang berikut Kepada Penyebab
Pencipta bukan oleh jenis pra wujud akan tetapi hanya dalam arti dimana
dia adalah penyebabnya, yakni di sebanyak sebagai dia pengetahuan dan akan.
Jadi sang pencipta yang telah menjadikan bentuk adalah penyebab mereka.
10. Hirarki Pancaran
Efek pertama adalah masalah mendasar. Efek
kedua (disebabkan) melalui mediasi yang terakhir, yang intelek. Efek ketiga
(disebabkan) melalui mediasi keduanya, adalah jiwa. Ini (tiga) adalah sederhana
zat sebuah produk sederhana, setelah mereka datang untuk senyawa.
11.
Cintai
dan Benci, Prinsip Terpenting yang Penting Arti
Masalah
mendasar sederhana dalam hubungannya dengan esensi dari kecerdasan semesta,
yang di bawah ini. Tetapi hal ini tidak sederhana dalam arti yang mutlak. Hal
ini tidak benar-benar satu dalam hubungannya dengan esensi dari penyebab. Hal
ini terjadi kerana setiap efek untuk komposit, dengan komposisi ideal atau
mempunyai kesadaran yang tajam.
Masalah mendasar ini pada dasarnya mengubah cinta kasih dan
kebencian. Dari prinsip-prinsip dua bahan-bahan sederhana rohani dan jasmani
zat senyawa telah dihasilkan. Cinta dan benci kemudian dua kualitas atau bentuk
masalah mendasar dan dua prinsip yang mendasari semua makhluk.
12.
Mencintai,
Properti atau Milik Jiwa, Benci Alam
Properti jiwa universal, adalah
cinta. Ketika merenungkan intelek dan melihat keindahan dan kemegahan, menyukainya
sebagai kekasih bergairah mengasihi objek semangat ini, dan diinginkan untuk
bersatu dengan itu, dan mengulurkan ke arah itu.
13.
Hubungan
antara Yang pertama Lima Pancaran: Terpenting Berartilah, Akal, Jiwa, Alam, dan
Perihal Sekunder
Jika jiwa tidak sederhana akan tidak
ada perpanjangan difusi atau komunikasi juga akan bersatu cahaya beberapa
(hubungan) dengan orang lain. Hal ini karena tiga hubungan lima gratis
perlindungan luar (cortezas). ada tiga hubungan sederhana, dan spiritual
campuran saling satu dengan yang lain. Masing-masing memahami atau menyelubungi
yang di bawah ini.
14.
Jiwa-Jiwa
Tertentu; Pancaran Jiwa Yang universal
Ketika masalah mendasar yang
direproduksi di intelek dimengerti dan spiritual bentuk-bentuk yang dimiliki,
dan pada gilirannya intelek direproduksi dalam jiwa apa yang diterimanya dari
masalah mendasar, jiwa universal juga direproduksi dalam sifat universal apa
yang diterimanya dari intelek. Kemudian tiga muncul di alam shell, yang
menyerupai jiwa tidak juga jauh kurang intelek, karena itu rohani dan halus.
Ketika intelek diarahkan dengan tatapan di alam dan melihat di dalamnya Roh
dalam tubuh, tidak diperpanjang lebih dari itu yang melebihi alam berdasarkan
pandangan intelek brilliant lain indah, mulia, membentuk, intelek yang mengatur
dan mengarahkan mereka dan akhirnya memisahkan kemudian menjual dari mereka
bubur untuk meningkatkan mereka ke dunia mereka sendiri.
Jiwa-jiwa tertentu karena itu adalah
bagian dari jiwa universal seperti partikel matahari yang bersinar melalui
screvices sebagai tempat tinggal. Sifat Universal adalah efek jiwa universal.
Ada perbedaan yang mencolok antara bagian dan efek yang adalah dua hal yang
berbeda.
15. Empat Kategori Jiwa
Jiwa vegetatif
adalah hewan dan vital jiwa, yang merupakan intelektual, jiwa. Semua itu adalah
di bawah kulit yang di atas dan di atas itulah daging buah atau medula.
Empedokles kadang-kadang menunjuk kulit dan medula dengan kata-kata tubuh dan
jiwa. Dengan demikian ia mengatakan bahwa jiwa vegetatif tubuh jiwa penting,
dan bahwa yang terakhir adalah semangat mantan secara berturut-turut sampai
mencapai intelek.
16. Ilmu fisika Dan Ilmu semesta
Dunia ini terdiri dari empat elemen, di samping yang ada tidak ada yang
lebih sederhana.
Tubuh tersembunyi atau laten beberapa dalam orang lain. Oleh karena itu
tidak generasi atau korupsi, atau transformasi substancial, atau pertumbuhan
organik ada. Udara tidak dikonversi atau berubah menjadi api, atau air ke
udara. Ada hanya kondensasi (mekanik pengoperasian) dan rarification, penyembunyian
dan penampilan, komposisi dan dekomposisi. Sintesis terjadi hanya melalui cinta
dalam senyawa. Analisis terjadi hanya melalui kebencian, di tubuh yang hancur.
Dalam generasi manusia, molekul organik embrio yang disebarluaskan pada
waktu yang sama dalam air mani dari laki-laki dan perempuan. Nafsu sensual
mendorong kedua molekul untuk menggabungkan.
17. Pre-Existence, Dosa, dan penyelamatan Jiwa-Jiwa
Empedokles setuju dengan plato mengatakan bahwa jiwa memblokade dan sangat
ditindas di tubuh yang tidak mampu berbicara, dan bahwa tubuh adalah bagi jiwa
seperti Gua (gua atau gua). Tapi Empedokles panggilan besi tubuh (karat atau
besi oksida), walaupun nama itu berlaku untuk semua dunia ini secara umum dan
tidak secara eksklusif bagi tubuh manusia.[22]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zaman pertengahan ialah zaman dimana Falsafah Abad Pertengahan dicirikan
dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan falsafah. Abad Pertengahan memiliki sebutan lain misalnya
abad kegelapan, jaman skolastik atau masa patristik, yang semuanya
menggambarkan corak pemikiran falsafah dan keilmuan yang dibentuk sesuai dengan
perkembangan peradaban Kristen.
Falsafah Barat pada
Abad Pertengahan sendiri merupakan suatu arah pemikiran yang berbeda sekali
dengan arah pemikiran dunia kuno. Falsafah barat Abad Pertengahan masih
bergerak dalam belenggu kekuasaan teologi dan iman Kristen (Theosentris). Falsafah
barat Abad Pertengahan dibagi menjadi 2 zaman yaitu, zaman patristik dan zaman
skolastik.
B. Kritik dan
Saran
Untuk lebih cepat memahami makalah ini
penulis menyarankan untuk membaca dengan teliti dan berulang-ulang.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Sehingga kritik dan saran pembaca sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan tugas selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asín Miguel Palacios (1871-1944)
Mustofa, H. A., Akhlak
Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia,
1997).
Trimingham, J. Spencer, The
Sufi Orders In Islam (New York: Oxford Yuniversity Press, 1973).
Siregar, H. A. Rivay, Tasawuf
dari Sufisme Klasik ke
Neo-Sufisme (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. II.
Bakhtiar, Amsal, Falsafah
Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010).
Syukur, Amin, Menggugat
Tasawuf (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002).
āt-Ṭāfṭāẓānі, Ābū āl-Wāfā’ āl-Gḥānіmі, Sufi dari Zaman Ke Zaman,
Terj. Āḥmād Fār’i Usṭmān, (Bandung: Pustaka
Bandung,1985).
Māhyūddіn, Akhlaq Tasawuf (Jakarta: Kalam Mulia, 1999).
Anwar, Mosihon dan Solihin, Mukhtar, Ilmu
Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2000).
Dahlan, Abdul Aziz, Prof. Dr., Pemikiran
Falsafi dalam Islam, (Jakarta, 2002).
[1] H. A. Mustofa,
Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 202.
[2] J. Spencer
Trimingham, The Sufi Orders In Islam (New York: Oxford Yuniversity
Press, 1973), hlm. 1.
[3] H. A. Rivay
Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), Cet. II, hlm. 32.
[4] Ibid.,,
hlm. 36.
[5] Amsal
Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 10.
[6] Amin Syukur, Menggugat
Tasawuf (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), hlm. 39.
[7] Ābū Wāfā’ āl-Gḥānіmі āṭ-Ṭāfṭāẓānі, Sufi dari
Zaman Ke Zaman, Terj.Ahmad Far’i Ustman, (Bandung: Pustaka Bandung,1985),
hlm. 187.
[8] Mahyuddin, Akhlaq
Tasawuf (Jakarta: Kalam Mulia,
1999), hlm. 69.
[9] Rosihon Anwar
dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 50.
[11] Op. Cit., Rosihon
Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, hlm. 51.
[12] Ibid., hlm.
51.
[13] Op. Cit., Rosihon
Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, hlm. 65.
[14] Ibid., hlm.
66.
[17] Miguel Asín Palacios (1871-1944) adalah seorang Spanyol sarjana studi Islam dan bahasa Arab, dan Katolik Roma imam. Ia terutama dikenal untuk menyarankan Muslim sumber untuk ide-ide dan motif hadir di Dante's Divine Comedy, yang ia
membahas dalam bukunya La Escatología musulmana en la Divina Comedia
(1919). Dia menulis tentang Islam abad
pertengahan, secara ekstensif pada āl-Gḥāẓālі (Latin: Algazel). Sebuah buku besar El Islam
cristianizado (1931) menyajikan studi tentang tasawuf melalui karya-karya Mūḥyіddіn bin 'Ārābі ( Sp: Mohidin Abenarabe) dari Murcia di Andalusia (abad pertengahan al-Andalus). Asin juga menerbitkan artikel komparatif
lainnya mengenai pengaruh Islam tertentu tentang agama Kristen dan mistisisme di Spanyol. Juga yang termasuk penulis dari buku The Mystical Philosophy of ibn Masarra and His Followers.
[18] Miguel Asín Palacios, The Mystical Philosophy of Ībn Māṣārrāḥ and His
Followers, (1914, 1978), hlm. 30-42.
[22] Ibid.