Wahai hujan, darimu manusia
kembali lahir dari keringnya hati mereka setelah berhari-hari termakan panasnya
ketamakan.
Suaramu yang lirih terdengar
merdu di telinga mereka pecinta musik, seperti syair-syair yang tak pernah
tersentuh oleh makna.
Engkau sendirian, menyusuri
jalan-jalan, datang dari bukit-bukit lalu turun ke lembah-lembah.
Menari ketika kekasihmu sang
angin berjalan bersamamu. Menikmati deburan ombak yang samar-samar terdengar
gemericik berlalu menjadi buih.
Engkau bagai raja, kebijaksanaanmu
masyhur sampai ke telinga para pemuka Negeri antah berantah.
Lalu mereka berbondong-bondong
mendatangimu, menyembah dan berlutut diadapanmu berharap mendapatkan cinta dari
kebijaksanaanmu itu.
Sementara sang fakir hanya
terduduk lesu mengagumi keindahan jubahmu, yang menebarkan wewangian surga
tanpa berani menyentuhmu.
Namun engkau dengan lembut
menolak para pemuka itu. Kemudian engkau berkata bahwa lebih baik mengembara
sendirian, melaju tanpa harus meminta atau dimintai.
Karena bagimu, cinta tak memandang
mana bahagia mana nestapa.
Elga
6 Januari 2017
0 komentar:
Posting Komentar